Pelatihan UPK tahun 2012

Penyematan kartu peserta pelatihan UPK tahun anggaran 2012 di BLK Punggaluku Kec. Laeya

This is default featured post 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured post 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Musrenbang Kecamatan Wolasi Tahun 2014

Suasana Musrenbang Kecamatan Tahun 2014 di kecamatan wolasi.

This is default featured post 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Selasa, 23 Desember 2014

LIMA KABUPATEN GELAR PELATIHAN PL UPK BERSAMA


Bertempat di Hotel City Kendari, kabupaten yang memiliki Pendamping Lokal (PL) UPK menggelar pelatihan secara bersama-sama.  Kabupaten tersebut adalah, Kabupaten Konawe Selatan, Kabupaten Konawe, Kabupaten Kolaka Timur, Kabupaten Kolaka dan Kabupaten Buton.  Pelatihan ini berlangsung selama lima hari efektif pada tanggal 15-20 Desember 2014.  Kegiatan tersebut merupakan salah satu kegiatan peningkatan kapasitas kepada PL UPK pada PNPM Mandiri Perdesaan, diikuti oleh 15 orang peserta yang berasal dari Kecamatan Moramo, Kecamatan Konda, Kecamatan Landono, Kecamatan Mowila, Kecamatan Tinanggea, Kecamatan Abuki, Kecamatan Tirawuta, Kecamatan Ladongi, Kecamatan Wundulako, Kecamatan Tanngetada, Kecamatan Samaturu, Kecamatan Mawasangka, Kecamatan Lakudo, Kecamatan GU dan Kecamatan Pasar Wajo.  Materi pelatihan ini penajamannya kepada TUPOKSI PL UPK sebagai seorang kader pemberdaya yang memiliki idiologi dalam memahami dan menjalankan kebijakan serta mekanisme dana bergulir, mampu melakukan penguatan pengelolaan dana bergulir dan penguatan pada kelompok dari sisi organisasi dan usaha kelompok.  Sumber dana kegiatan ini berasal dari Dana Operasional Kegiatan (DOK) PNPM Mandiri Perdesaan Tahun Anggaran 2014, meski hanya  dilaksanakan dengan dua orang panitia (Rasdi S. dan Muh. Syamsudin) namun pelatihan ini dapat berjalan dengan baik.  Pembukaan pelatihan dilakukan oleh Koordinator PNPM Mandiri Perdesaan Provinsi Sulawesi Tenggara, Bapak Nurhamzah dan terasa istimewa karena di hadiri oleh Bapak Hadian, Spesialis Kelembagaan NMC.  Korprov yang dalam sambutannya menyampaikan perlunya kesadaran PL UPK dalam menjalankan tugasnya ditengah banyaknya persoalan yang muncul guna mengantisipasi berbagai macam perubahan.  Ketidakjelasan dana BLM dan DOK pada Tahun Anggaran 2015 kata Korprov, menjadi salah satu tantangan, ditambah lagi dengan tren tunggakan yang meningkat ikut menyumbang persoalan yang akan dihadapi.  Namun semua itu bisa dihadapi oleh PL UPK dan FPPU apabila adanya komitmen yang teguh untuk memberikan yang terbaik buat masyarakat, lagi-lagi kata korprov.  Bapak Nasruddin sebagai spesialis training RMC VI Sultra terus mengawal proses pelatihan ini dan selalu memandu para narasumber yang terdiri dari Refli P. Kande (Faskeu Konsel), Ahmady Wardus (FPPU Kolaka Timur), Muh. Syawal Saranani (FPPU Kolaka), Imelda Waeka (FPPU Buton), Amiruddin Majid (FPPU Konawe) dan Musdamin (FPPU Konawe Selatan).

Rabu, 17 Desember 2014

QUO VADIS DANA BERGULIR MASYARAKAT DI PNPM MANDIRI

Dana bergulir adalah dana milik masyarakat yang bersumber dari pengembalian dana BLM kegiatan pinjaman baik yang berasal dari Program Pengembangan Kecamatan (PPK) maupun PNPM Mandiri Perdesaan. Dana bergulir digunakan untuk membiayai usaha Simpan Pinjam oleh kelompok perempuan (SPP) dan Usaha Ekonomi Produktif (UEP). Sejak Tahun 1998 sampai dengan triwulan ke III (September) 2014 total dana bergulir di Indonesia berjumlah Rp. 10,7 Trilyun yang dikelola oleh 5003 Unit Pengelola Kegiatan (UPK). Dari total nilai Rp. 10,7 Trilyun, Rp. 3,1 Trilyun bersumber dari jasa pengembalian dan sisanya adalah modal awal. Terdapat RP. 2,6 Trilyun mengendap di UPK/tidak produktif dan Rp. 458 M yang macet di masyarakat. Di Sulawesi Tenggara, Total dana bergulir yang dikelola oleh 184 UPK, RP. 332 M. yang tersebar di 15 kabupaten. Melihat angka-angka tersebut diatas, tentu ini bukan nilai yang kecil dan dana tersebut diharapkan tetap menjaga gairah ekonomi di pelosok desa.
Ketentuan pengelolaan dan pelestarian aset dana bergulir mengacu pada AD/ART, aturan perguliran dan Standar Operasional Prosedur UPK yang telah disepakati bersama masyarakat pada forum musyawarah di desa maupun di kecamatan. Unit Pengelola Kegiatan selain melakukan pengelolaan kegiatan dana bergulir juga memiliki fungsi chaneling institution bagi masuknya pendanaan pembangunan baik dari pemerintah pusat, daerah maupun pihak lain (CSR).
Ada beberapa keunikan pengelolaan dana bergulir sebagai berikut : Pertama, siap menangung resiko pembiayaan kepada kelompok yang belum dapat didanai oleh lembaga keuangan yang ada, dengan jaminan kelompok. Hal ini dikarenakan resiko pinjaman tidak ditanggung oleh pengelola kegiatan dana bergulir saja akan tetapi menjadi permasalahan dan tanggung jawab kelompok, desa, dan masyarakat diseluruh kecamatan sebagai basis operasionalnya. Kedua, seluruh pelaksaanaan kegiatan dilakukan secara kolektif oleh seluruh masyarakat. Mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, penyelesaian permasalahan sampai dengan pengambilan/ penetapan keputusan. Dari masyarakat, oleh masyarakat dan untuk masyarakat. Seluruh keputusan diambil melalui musyawarah tertinggi (MAD) misalkan, penetapan tingkat jasa pinjaman, besaran pembiayaan operasional, penetapan honor/insentif, penetapan besaran alokasi dan penggunaan surplus tahunan, evalusai kinerja seluruh kelembagaan dan lain-lain. Ketiga, standar operasional dan standar kerja sebagai acuan pelaksanaan kinerja disusun oleh masyarakat sesuai dengan kebutuhan daerah masing-masing (selama masih sesuai dengan prinsip program). Masyarakat dapat melakukan penyesuaian kebijakan pelaksanaan kegiatan dana bergulir sesuai dengan kondisi masyarakat, budaya dan wilayah masing-masing. Keempat, kegiatan dana bergulir ada karena merupakan kebutuhan dari masyarakat sendiri, dengan keberpihakan kepada kelompok RTM. Pelestarian kegiatan dana bergulir akan menjadi bagian kewajiban seluruh masyarakat. Kelima, kegiatan dana bergulir adalah kegiatan masyarakat yang ikut melibatkan unsur pemerintahan mulai dari desa, kecamatan, kabupaten, propinsi dan pusat sebagai pembina dan pelindung lembaga perguliran milik masyarakat

Dengan diberikannya kewenangan pengelolaan kepada masyarakat, diharapkan warga tidak mampu yang memiliki kemauan berwirausaha tidak direpotkan lagi dengan struktur birokrasi. Seperti yang selama ini terjadi dalam proses pembiayaan usaha. Perbedaan mendasar pada lembaga perguliran milik masyarakat jika dibandingkan dengan lembaga ekonomi komersial lain;
1. Pola Kepemilikan usaha dan pemanfaatanya, kegiatan dana bergulir dimiliki oleh seluruh masyarakat pada satu wilayah kecamatan dan pemanfaatan kegiatan dana bergulir digunakan oleh seluruh masyarakat dan diutamakan bagi RTM, pola kempemilikan di representasikan masyarakat melalui pemerintahan desa.
2. Pola pengelolaan, dikelola oleh masyarakat dan pemerintah desa dan seluruh kegiatan diatur dan dituangkan dalam AD/ART dan SOP-SOP dengan mengacu pada prinsip program dan adat istiadat setempat.
3. Perolehan sumber modal, modal awal kegiatan dana bergulir berasal dari alokasi BLM APBN, APBD, Swadaya Masyarakat dan Partisipasi pihak lain dengan sifat kepemilikan common property (milik bersama). Modal bersama ini yang kemudian menjadi modal awal BUMDes sebagai pengelola kegatan dana bergulir.
4. Pola Pengambilan keputusan, dilakukan dengan cara musyawarah mufakat melalui forum MAD sebagai forum perwakilan desa dan ditetapkan oleh MAD/BKAD.
5. Penggunaan dan pengelolaan jasa usaha, besaran jasa pinjaman ditetapkan sesuai dengan kesepakatan dalam Forum MAD dan digunakan untuk sebesar-besarnya pemupukan modal dan alokasi dana social bagi RTM, disamping untuk menjamin nilai investasi dan resiko usaha
6. Segmen Pasar, kegiatan dana bergulir bukan untuk menjadi pesaing dari lembaga keuangan karena pendanaan diperuntukan bagi kelompok bukan invidual pemanfaat, pendanaan diberikan pada pemanfaat (tergabung dalam satu kelompok) yang belum dapat didanai oleh perbankan




Beberapa Hak yang harus dimiliki masyarakat sebagai pemilik asset kegiatan dana bergulir;
1. Hak Menguasai dan Memiliki, seluruh kegiatan dana bergulir dimiliki dan dikuasai sepenuhnya oleh masyarakat untuk dimanfaatkan secara bersama
2. Hak Mengontrol dan Melakukan Evaluasi, masyarakat selaku pemilik berhak memastikan seluruh pelaksanaan kegiatan dijalankan menurut hasil kesepakatan dan mengevaluasinya
3. Hak Menetapkan Aturan Pengelolaan, hak ini meliputi; Tatacara pemanfaatan, Penetapan sistem dan mekanisme dan pembatasan penggunaan, Penetapan penggunaan, Penetapan cara, teknik pemanfaatan, Penetapan pihak-pihak yang berhak mengakses dan yang tidak berhak, Pembatasan hak pemanfaatan (gugurnya hak) dan perlindungan hak akses
4. Hak Memutuskan dan Menetapkan Hukum, yaitu dalam hal menetapkan siapa yang berhak atas hasil kegiatan dana bergulir, dan siapa pula yang tidak berhak, sesuai dengan hasil kesepakatan musyawarah mufakat antar desa. Juga dalam hal menetapkan sanksi bagi pihak yang melakukan pelanggaran hasil keputusan
5. Hak Turut serta dalam memutuskan suatu keputusan yang berkaitan pengelolaan kegiatan, keputusan yang diambil adalah berkaitan dengan pelaksanaan dan pengembangan kegiatan dana bergulir, hak menerima atau menolak seluruh kegiatan yang bertentangan dengan prinsip program, kesepakatan masyarakat dan adat istiadat setempat, hak mempertahankan pola pemanfaatan kegiatan dana bergulir sesuai dengan prinsip program
6. Hak Mengadakan Peradilan, sesuai dengan adat istiadat dan kesepakatan seluruh masyarakat


Pemerintah Indonesia telah merumuskan Peta Jalan PNPM Mandiri, yang mencakup 5 (lima) Pilar Kebijakan. Salah satu di antara pilar dimaksud adalah Pilar 3 yaitu Penguatan Kelembagaan Masyarakat pengelolah dana bergulir, dengan pokok perhatian Merumuskan Kebijakan dan Kepastian Hukum Kelembagaan Dana Bergulir Masyarakat dengan tujuan untuk menjamin keberlanjutan pelayanan dalam memenuhi kebutuhan dana pinjaman bagi warga miskin produktif, yaitu dengan: (i) melindungi keberadaan dana bergulir dan asetnya, dan (ii) melindungi pengelola dari segi hukum, serta (iii) membuka peluang kepada pengelolah dana bergulir untuk mendapatkan program pemberdayaan masyarakat lainnya, termasuk akses kepada sumber-sumber pembiayaan.

Melalui peraturan Menteri Dalam Negeri no 38 tahun 2007 dan No. 39 Tahun 2010 memberikan ruang dalam pelestarian asset kegiatan dana bergulir dengan membentuk Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) sebagai salah satu pilar UU Desa No. 6 Tahun 2014, sehingga BUMDes sendiri menjadi salah satu alternatif payung hukum atas perlindungan operasi kegiatan dana bergulir. Hasil Rapat Kelompok Kerja Pengendali PNPM Mandiri yang dilaksanakan pada tanggal 23 Juli 2013 telah memutuskan tentang 3 (tiga) pilihan bentuk Badan Hukum Pengelola dana bergulir sesuai peraluran perundangan yang berlaku yaitu: (1) Koperasi, (2) Perkumpulan Berbadan Hukum (PBH), dan (3) Perseroan Terbatas. Pemerintah daerah (PEMDA) diwajibkan pula untuk menindaklanjuti keberadaan dana bergulir dengan menerbitkan PERDA guna memberi kepastian hukum kelembagaan dana bergulir masyarakat sampai ditingkat desa.
Namun untuk saat ini, pengelolaan dana bergulir yang dilakukan oleh UPK, pelaksanaan operasionalnya masih di bawah kendali PNPM Mandiri Perdesaan.

Kamis, 27 Maret 2014

Musrenbang Kecamatan Wolasi

Koleksi

Sabtu, 21 Desember 2013

Perjuangan Berat Untuk Sebuah Pengakuan Sebagai Fasilitator


Peserta Sertifikasi Profesi Fasilitator Pemberdayaan Tahap 1 bersama Tim Lembaga Sertifikasi Profesi Fasilitator Pemberdayaan Masyarakat (LSP-FPM)
(Kiprah DPD IPPMI Sultra dalam meningkatkan kemampuan, kesejahteraan dan pengakuan
terhadap anggotanya)
 
Ikatan Pelaku Pemberdayaan Masyarakat Indonesia (IPPMI) adalah sebuah asosiasi didirikan oleh pelaku pemberdayaan masyarakat dengan keanggotaan yang tersebar hampir seluruh provinsi di Indonesia, didirikan pada tanggal 23 Februari 2011 berdasarkan Akte Notaris Kristy Sada Perarih Sinulingga No. 2 Tahun 2011. Dewan Pengurus Daerah (DPD) IPPMI Sulawesi Tenggara ditetapkan melalui Surat Ketetapan Dewan Pengurus Nasional (DPN) IPPMI No. 008 Tahun 2013 tanggal 4 Maret 2013. Salah satu peran IPPMI adalah mendorong kinerja yang baik dari anggota melalui sertifikasi profesi, menjaga kode etik pelaku pemberdayaan masyarakat. Untuk mewujudkan peran tersebut maka pada tanggal 1 - 2 Desember 2013 DPD IPPMI Sulawesi Tenggara bekerjasama dengan Lembaga Sertifikasi Profesi Sertifikasi Pemberdayaan Masyarakat (LSP FPM) dan Universitas Haluoleo sebagai Tempat Uji Kompetensi. Peserta sertifikasi sebayak 20 orang fasilitator pemberdayaan yang berpengalaman lebih dari 10 tahun dan kesemuanya dinyatakan Kompoten dan mendapat pengakuan sebagai seorang fasilitator pemberdayaan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) melalui LSP FPM.
Pembukaan Sertifikasi Tahap 2 tanggal 7-8 Desember 2013


Pelaksanaan Uji Kompetensi dilakukan 4 (empat) tahapan mulai dari pembuktian portofolio, tes tertulis, wawancara, dan simulasi. Setelah proses selesai, maka tim asesor akan melakukan pleno untuk memutuskan atau memberi umpan balik pada asesi apakah kompoten atau belum kompoten pada saat itu juga. Atas keberhasilan pelaksanaan tahap 1, maka minat kawan-kawan fasilitator untuk menunjukan kemampuan dirinya bahwa kompoten semakin bertambah. Untuk mengakomodir hal tersebut maka DPD IPPMI Sultra kembali bekerjasama dengan LSP FPM untuk melaksanakan sertifikasi tahap 2 dengan jumlah peserta 40 orang. Sampai dengan saat ini jumlah fasilitator bersertifikat yang dinyatakan kompoten berjumlah 60 orang yang berasal dari Tim Leader (TL) dan spesialis PNPM Mandiri Perdesaan Provinsi Sulawesi Tenggara berjumlah 7 orang, Tim Fasilitator Kabupaten 23 orang, Tim
Asisten Kabupaten 13 orang dan Fasilitator Kecamatan 17 orang. Salah satu dasar pemikiran pentingnya sertifikasi fasilitator antara lain adalah a). Amanat Perpres 70, bahwa setiap konsultan yang direkrut oleh pemerintah harus bersertifikasi;  b). Menjamin hak rakyat untuk memperoleh pendampingan dari orang-orang yang benar-benar berkompeten sebagai seorang fasilitator; c).

Menjamin keberadaan dari profesi fasilitator pemberdayaan masyarakat yang sejajar dengan profesi-profesi lainnya dan dapat memenuhi kebutuhan daerah, nasional maupun internasional; d). Memberikan kepastian jenjang karier kepada seluruh fasilitator pemberdayaan masyarakat sesuai dengan kompetensi yang dimiliki, bukan sekedar lama bekerja. Bagi kawan-kawan pelaku pemberdayaan yang ingin malakukan uji kompetensi/sertifikasi, maka IPPMI Sultra siap memfasilitasi proses tersebut. Rencana sertifikasi untuk tahap 3 akan dilaksanakan pada bulan Januari 2013. Salam Pemberdayaan. 
by :
La Ode Syahruddin Kaeba, Fastekab. Konawe Selatan dan Ketua DPD IPPMI Provinsi Sulawesi Tenggara

Kamis, 19 Desember 2013

Pelatihan BP UPK Tahun 2013 se-Kab. Konawe Selatan

Dalam rangka pelaksanaan Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat – Mandiri Perdesaan (PNPM-MP) Tahun 2013, maka seluruh pelatihan untuk pelaku PNPM-MP harus mengacu pada arah dan kebijakan kegiatan pelatihan/peningkatan kapasitas, yakni pertama memfokus pada upaya untuk mempersiapkan pelaku-pelaku di tingkat masyarakat dan pada upaya memberikan penyadaran kritis terhadap peran dan fungsi pelaku-pelaku untuk menjamin keberlanjutan sistem pembangunan partisipatif yang sudah dikembangkan dalam PPK dan sekarang lebih dilembagakan dalam PNPM-MP.

Tujuan dari dilaksanakannya pelatihan ini adalah ; untuk memperkuat kapasitas pengelolaan BP-UPK
agar mampu mengembangkan diri secara organisasi dan sebagai pengelolah keuangan dan pinjaman, pelaksana program dalam kaitan fungsi partisipatory development agency, serta penguatan dan pembinaan kelompok untuk mewujudkan kemandirian masyarakat.

Realisasi Pelaksanaan Pelatihan:
Dalam Pelatihan BP-UPK ini, Jumlah Peserta yang diundang adalah Pengurus BP-UPK dari 22 Kecamatan  setiap BP-UPK sebanyak 3 Orang sehingga jumlah secara keseluruhan perserta pelatihan  berjumlah 66 orang, pelaksanaannya berlangsung selama 3 hari.

Adapun pelatih dan fasilitator yang akan mengawal dan Memfasilitasi Kegiatan Pelatihan ini, terdiri dari, 3 orang Fasilitator Kabupaten dan 5 orang FK Sedangkan untuk panitia pelaksana berjumlah 5 orang berasal Dari UPK,Pendamping Lokal  dan Staf PNPM MP Kabupaten Konawe Selatan.

Anggaran yang dibutuhkan oleh kegiatan pelatihan ini adalah sebesar Rp.31.500.000,- atau sebesar Rp. 1.500.000,- Perkecamatan yang bersumber dari DOK PNPM-MP Tahun Anggaran 2013.

Panitia penyelenggara akan menyediakan fasilitas pelatihan berupa ; Bahan Pelatihan, Konsumsi Peserta Selama pelaksanaan pelatihan, Akomodasi Peserta selama pelaksanaan pelatihan,
sedangkan untuk biaya transportasi diserahkan sepenuhnya kepada UPK sebagai penerima Dana DOK ini sesuai pagu yang telah ditentukan.

Adapun hal-hal yang tidak menjadi tanggungjawab panitia pelaksana pelatihan adalah ; Loundry peserta selama pelatihan, Biaya Komunikasi yang menggunakan fasilitas hotel, .

Sebagai penerima mandat pelaksana teknis pelatihan, tentunya kami masih jauh dari kesempurnaan, olehnya sebelum menutup sambutan ini tidak ada salahnya apabila saya atas nama panitia penyelenggara mengucapakan Mohon Maaf apabila dalam pelaksanaan kegiatan ini terdapat hal-hal yang tidak sesuai dengan harapan bapak-ibu sekalian.

Sebelum Mengakhiri sambutan ini, kami minta dengan hormat kepada bapak PJOK Kabupaten Konawe Selatan  untuk memberikan sambutan sekaligus membuka Pelatihan BP-UPK
pada hari ini, sebelumnya kami Ucapkan Terima Kasih.

Akhirul Qalam....... Wassalamu Alaikum Warahmatullahi Wabarakatu.

Laeya, 16 Desember 2013
Panitia Pelaksana

Rabu, 11 Desember 2013

FASILITASI DESA MEMILIH KEGIATAN YANG BAIK


Mengawali perjalanan PNPM Mandiri Perdesaan Tahun 2013 dalam peningkatan kualitas perencanaan yang akan terintegrasi pada Sistem Pembangunan Daerah dengan mengacu pada prinsip-prinsip : bertumpu pada pembangunan manusia, otonomi, desentralisasi,
berorientasi pada masyarakat miskin, partisipasi, kesetaraan dan keadilan gender, demokratis, transparansi dan akuntabel, prioritas dan keberlanjutan, dipandang perlu untuk dilakukan revitalisasi proses dan pendekatan perencanaan sehingga dokumen RPJM Desa dan RKP Desa menjadi lebih baik.


autokritik

Kualitas perencanaan yang baik ditentukan oleh tingkat partisipasi masyarakat yang  tinggi, keterlibatan masyarakat terutama RTM dan Perempuan akan memberi nuansa dan dinamika yang cukup berkesan sehingga usulan kegiatan yang muncul akan semakin bervariasi. Kemampuan fasilitasi akan sangat menentukan terutama pemilihan waktu, media dan metode serta kelompok sasaran. Nilai seni memfasilitasi ini harus tertanam pada jiwa seorang pemberdaya sehingga harapan program yang begitu besar dalam percepatan penanggulangan kemiskinan bisa tercapai.

Berikut ini gambaran kesalahan kecil yang terabaikan dari proses fasilitasi yang besar pengaruhnya terhadap kualitas perencanaan dan cenderung merugikan masyarakat miskin :


No.
Kesalahan Yang Terabaikan
Penanda Kesalahan

1

Pegas, MKP dan MD Prioritas dilaksanakan hanya sekedar gugur kewajiban

Pada laporan Protak Musyawarah dilaksanakan 1 hari 4 desa atau lebih dan MKP disatukan dengan MD Perencanaan.

2

3 (tiga) tolls perencanaan tidak digunakan sebagai indikator perencanaan

Peta Sosiali Desa, Kalender Musim dan Diagram Kelembagaan tidak diupdate atau bahkan sudah tidak ada di desa.

3

Klasifikasi kesejahteraan tidak digunakan sebagai sasaran kegiatan

Jumlah RTM tidak diupdate dan menggunakan data RPJM Desa tahun 2010.

4

Manfaat kegiatan tidak diketahui sesuai dengan ketentuan : peningkatan pendapatan RTM, penghematan/mengurangi pengeluaran RTM dan peningkatan kualitas hidup RTM.

Banyak kegiatan yang tidak termanfaatkan/terpelihara

5

Kurang melibatkan masyarakat pada proses perencanaan

Pada protak tingkat partisipasi pada tahap perencanaan berkurang terutama
partisipasi perempuan

Akibat dari proses tersebut diatas menimbulkan beberapa dampak antara lain :

·      Usulan yang muncul bukan merupakan kebutuhan RTM, terkesan kegiatan diskenariokan oleh
pihak tertentu sehingga terjadi proses lelang dan yang akan mengerjakan telah disiapkan.

·      Masyarakat bukan menjadi pelaku utama pada proses perencanaan sehingga apatis dalam
menghadiri pertemuan yang dilaksanakan oleh program.

·      Karena hubungan antara peta sosial desa, kalender musim dan bagan kelembagaan belum
terpahami maka yang harusnya masalah yang berulang dapat diselesaikan oleh kelembagaan desa menjadi tidak prioritas akibatnya program menjadi pemadam
kebakaran yang hanya memadamkan dibagian hulunya saja.

·      dan masih banyak dampak lainnya yang faktanya tidak terlaporkan jangan sampai
membebani fasilitator dalam menjalankan tugasnya.

Untuk itu diperlukan gerakan bersama dalam membangun kesadaran sebagai seorang pemberdaya
agar proses fasilitasi dijadikan suatu seni sehingga moral dan tanggungjawab menjadi setara dengan nilai materil yang diperoleh.

proses fasilitasi

Proses ini dilaksanakan pada saat MKP dan MD Perencanaan untuk memutuskan usulan prioritas
desa sebagai berikut :

Saringan PERTAMA :

Uraikan masing-masing manfaat kegiatan yang diusulkan oleh masyarakat yang terdapat
pada REKAPITULASI USULAN  (draft RKP) dengan Kategori Manfaat bagi RTM :

1.    Meningkatkan Pendapatan

2.   Menghemat/Mengurangi Pengeluaran

3.   Sosial atau Kualitas Hidup

4.    Kesesuaian Terhadap Kebutuhan Perempuan (Khusus MKP)

Yang memenuhi kriteria tersebut akan direkap untuk saringan tahap selanjutnya seperti tabel berikut :

No.
Kegiatan
Kategori
Manfaat
Peningkatan
Pendapatan
Menghemat
Pengeluaran
Sosial
atau Kualitas Hidup
1
JUTA
-

Membuka akses lahan pertanian RTM yang berada dipelosok dusun 1 dengan jumlah RTM 20 KK, saat ini akses kelokasi melewati perkebunan dengan melewati pagar warga.

2

Peningkatan Jalan

-

-

-

Saat ini jalan dapat dilewati, memang bergelombang tetapi tidak mempengaruhi RTM dalam menggunakan jalan tersebut karena mereka berjalan kaki atau bersepeda.

3

Honor Guru TK

-


-

Jika usulan ini terdanai maka yang tadinya iuran untuk guru setiap bulannya Rp. 50.000 berkurang menjadi Rp. 20.000 sehingga bisa membantu RTM yang berjumlah 20 KK untuk menghemat pengeluaran.

Out Put :
Rekapitulasi Usulan yang sesuai Kategori Manfaat (termasuk kesesuaia  terhadap usulan Perempuan pada MKP.

Saringan KEDUA :

Setelah usulan pada saringan PERTAMA terekap, maka dilakukan proses Kwadran Prioritas, usulan yang dibahas hanya yang masuk pada kategori diatas :

1.  Sangat Dibutuhkan

Usulan ini menjadi prioritas kebutuhan yang utama jika tidak terdanai maka akan mempengaruhi kategori manfaat yaitu pendapatan masyarakat, penghematan pengeluaran dan sosial atau kualitas hidup.

2.  Mendesak Untuk Dilaksanakan

Jika tidak dikerjakan sekarang maka akan memberikan dampak terhadap kelangsungan hidup manusia misalnya korban jiwa, banjir, wabah penyakit, kecelakaan, dll.


                                           

Out Put :
Rekapitulasi Usulan yang Sangat Mendesak dan Sangat Dibutuhkan

Saringan KETIGA:


Tahapan ini merupakan langkah terakhir dalam menentukan prioritas usulan desa, yang dibahas  adalah rekapitulasi usulan yang sangat mendesak dan sangat dibutuhkan sesuai dengan kriteria :

1.  Lebih bermanfaat bagi masyarakat miskin atau rumah tangga miskin

2.  Berdampak langsung dalam peningkatan kesejahteraan

3. Dapat dikerjakan oleh masyarakat
4.  Didukung oleh sumber daya yang ada

5. Memiliki potensi berkembang dan berkelanjutan

Metode apapun yang dilakukan apakan dengan biji-bijian, voting, musyawarah jika telah melakukan langkah diatas maka usulan yang dihasilkan tetap mencerminkan usulan prioritas yang baik.

Writted by : ewok syahrudin
brewok_ppk@yahoo.co.id